Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 10 Januari 2010

SUHITA

Stri Suhita ( 1429–1447 )


Yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah anak perempuannya yaitu Suhita, dimana ibunya adalah anak dari Wirabhumi. Masa pemerintahannya ditandai berkuasanya kembali anasir-anasir Indonesia, antara lain didirikannya berbagai tempat pemujaan dengan bangunan-bangunan yang disusun sebagai punden berundak-undak di lereng-lereng gunung ( misalnya Candi Sukuh dan Candi Ceta di lereng gunung Lawu).

Selain it
u terdapat pula batu-batu untuk persajian, tugu-tugu batu seperti menhir, gambar-gambar binatang ajaib yang memiliki arti sebagai lambang tenaga gaib, dan lain-lain.

Arca Perlambang Ratu Suhita

Prabu
Stri Suhita adalah raja wanita kedua di Majapahit setelah Tribhuwana Tunggadewi. , Prabu Stri Suhita memerintah bersama suaminya yang bernama Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja.

Menurut Pararaton , nama asli Parameswara adalah Aji Ratn
apangkaja. Ibunya bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan, adik Wikramawardana. Ayahnya bernama Raden Sumirat yang menjadi Bhre Pandansalas, bergelar Ranamanggala.



Dalam Nagarakretagama (ditulis 1365), Surawardhani masih menjabat Bhre Pawanuhan dan belum menikah. Gelar Bhre Kahuripan saat itu masih dijabat neneknya, yaitu Thribhuwana Tunggadewi. Menurut Pararaton, sepeninggal Thribhuwana Tunggadewi dan Surawardhani, jabatan Bhre Kahuripan kemudian diwarisi Ratnapangkaja.

Ratnapangkaja memiliki tiga saudara perempuan, yaitu Bhre Mataram, Bhre Lasem, dan Bhre Matahun. Ketiganya masing-masing secara unik dinikahi oleh ayah, anak, dan cucu, yaitu Wikramawardana, Bhre Tumapel, dan Bhre Wengker. Bhre Wengker dari istri lain, memiliki putri Bhre Jagaraga dan Bhre Pajang, yang keduanya dinikahi Ratnapangkaja. Silsilah ini semakin rumit ketika Ratnapangkaja menikahi Suhita, putri Wikramawardana Pararaton tidak menyebut secara jelas nama ibu Suhita. Silsilah Suhita muncul sebelum pemberitaan Perang Paregreg.

Hal ini dengan Ratnapangkaja sebelum perang terjadi. Menurut Pararaton, Ratnapangkaja bingung harus berpihak pada siapa ketika perang meletus. Apabila ia sudah menikahi Suhita tentu ia akan langsung memihak Wikramawardana , mengingat Pararaton tidak secara tegas menyebutkan kalau ibu Suhita adalah putri Bhre Wirabumi.

Penulis Pararaton memang sering mengabaikan urutan peristiwa secara kronologis. Misalnya, pemberontakan Ranggalawe disebut terjadi tahun 1295, tapi baru diberitakan setelah Jayanagara naik takhta (1309). Seputar pemberitaan Bhre Wirabumi dijumpai adanya tiga tokoh yang menjabat Bhre Daha. Yang pertama adalah ibu angkat Bhre Wirabumi yang wafat sebelum perang meletus. Bhre Daha yang kedua adalah yang diboyong Wikramawardana setelah Perang Paregreg dan meninggal sebelum peristiwa bencana kelaparan terjadi tahun 1426. Sedangkan Bhre Daha yang ketiga naik takhta menggantikan Wikramawardana dan menghukum mati Raden Gajah (pembunuh Bhre Wirabumi).

Bhre Daha yang pertama dipastikan adalah Rajadewi putri bungsu Raden Wijaya. Menurut Nagarakretagama , Bhre Wirabumi dinikahkan dengan Nagarawardhani cucu Rajadewi. Dari perkawinan tersebut lahir seorang putri yang menjabat Bhre Daha sepeninggal Rajadewi. Bhre Daha yang kedua inilah yang diboyong Wikramawardana sebagai selir setelah kekalahan Bhre Wirabumi tahun 1406. Dari perkawinan tersebut, lahir Suhita sebagai Bhre Daha menggantikan ibunya yang wafat menjelang bencana kelaparan 1426. Sepeninggal Wikramawardana , Bhre Daha alias Suhita naik takhta tahun 1427. Usianya saat itu dapat diperkirakan sekitar 20 tahun.

Masa Pemerintahan Suhita

Suhita memerintah berdampingan dengan Ratnapangkaja bergelar Bhatara Parameswara. Pada tahun 1433 Suhita membalas kematian Bhre Wirabumi dengan cara menghukum mati Raden Gajah alias Bhra Narapati. Dari berita ini terasa masuk akal kalau hubungan Bhre Wirabumi dan Suhita adalah kakek dan cucu, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Pararaton .

Arca Peninggalan Majapahit

Nama Suhita juga muncul dalam Kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong sebagai Su-king-ta, yaitu raja Majapahit yang mengangkat Gan Eng Cu sebagai pemimpin masyarakat Cina di Tuban dengan pangkat A-lu-ya. Tokoh Gan Eng Cu ini identik dengan Arya Teja, kakek Sunan Kalijaga.


Akhir Pemerintahan Suhita


Pada tahun 1437 Bhatara Parameswara Ratnapangkaja meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1447 Suhita meninggal pula. Pasangan suami istri itu dicandikan bersama di Singhajaya. Karena tidak memiliki putra Mahkota, Suhita digantikan adik tirinya, yaitu Dyah Kertawijaya, sebagai raja selanjutnya.



Reruntuhan Candi Gentong


Tidak ada komentar:

Posting Komentar